Minggu, 27 Januari 2013

Menata Wisata Kuliner Melalui Relokasi

MAJENE,  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majene, berencana mengembangkan kawasan wisata andalan Pantai Barane di tahun 2013. Sedikitnya dibutuhkan anggaran sekira Rp2 miliar untuk mewujudkan rencana tersebut.
Sekretaris Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disporabudpar) Majene, H Mithar Thala Ali SPd MPd menyebutkan, untuk memenuhi kesempurnaan rancangan kawasan wisata tersebut, dibutuhkan campur tangan investor.

Saat ini, pantai yang berlokasi di Lingkungan Barane, Kelurahan Baurung, Kecamatan Banggae Timur ini dikembangkan secara bertahap menggunakan dana APBD.

"Kami membuka kran bagi investor yang ingin berinvestasi di Majene. Tahun 2012 kemampuan anggaran hanya Rp500 juta, sehingga yang dapat dibangun hanya tanggul dan sarana lainnya. Untuk pengembangan 2013, kami usulkan sebesar Rp2 miliar," jelas Mithar, kemarin.

Anggaran tersebut menurutnya, akan digunakan untuk penambahan fasilitas dan sarana olah raga air di kawasan wisata tersebut. Sejak wisata ini difungsikan, kata Mithar, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan cukup menjanjikan. "Hasilnya telah melampaui target seribu kali lipat," ujar dia.

Ia menyebutkan, potensi masa depan Pantai Barane sudah dirasakan saat ini. Di seputar kawasan wisata kini telah dibangun rumah bernyanyi, dermaga, tanggul, puskesmas, kamar bilas, dan sejumlah fasilitas lainnya. Adapunlapangan futsal dan penginapan, dalam tahap pembangunan.

Keterbatasan anggaran untuk membangun kawasan wisata Pantai Barane juga dibenarkan Kepala Bidang Pengembangan Fispra, Bappeda Majene, Hamzah Djamaluddin. Menurutnya, pembangunan kawasan wisata tersebut membutuhkan investor.

Menurut Hamzah, Pemkab Majene akan merelokasi permukiman nelayan yang menjadi kawasan pengembangan wisata Barane. Pertimbangannya, lokasi penduduk rawan abrasi gelombang laut selat Makassar. Selain itu, kualitas bangunan rumah nelayan banyak yang tidak layak huni.

Beberapa fasilitas lainnya seperti infrastruktur jalan, sarana air bersih, MCK, penerangan, serta sarana dan prasarana pendukung lainnya akan dibangun sesuai rancangan penataan kota.
"Pengembangan dan penataan wisata pantai Barane merupakan visi Pemkab Majene yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Majene, tahun 2012-2016," terang Hamzah.

Untuk membangun kawasan wisata Barane, kata dia, dibutuhkan sinergitas antara dinas terkait. Seperti Dinas PU, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Perumahan Pemukiman dan Kebersihan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata serta sejumlah dinas lainnya.

Dibekingi Aparat, Terminal Liar Langgeng

Keberadaan  Terminal Regional Daya (TRD) yang mati fungsi, lebih disebabkan oleh tumbuh suburnya terminal liar. Benarkah silang sengkarut ini tak berujung pangkal karena terminal liar dibekingi aparat?

"Setahu kami begitu, memang ada aparat yang bekingi. Nda usahlah kita bilang aparatnya dari mana. Yang jelas, polisi saja tidak berdaya. Berarti bekingnya kuat kan?" tutur SR, sopir angkutan daerah plat kuning yang mangkal di TRD.

SR turut mengeluhkan kian suburnya dua titik terminal liar di Jalan Perintis Kemerdekaan. Setidaknya, kehadiran terminal ilegal ini telah mematikan sopir-sopir legal yang berpangkalan di TRD.
"Pendapatan kami turun drastis. Tidak bisaki juga apa-apa. Mereka yang mangkal di terminal liar itu, tidak ada yang berani tertibkan. Polisi saja takut," ucap SR.

SR sendiri memilih tetap berpangkalan di TRD, meski dengan pendapatan yang kian menukik. SR bukanlah satu-satunya sopir yang tetap kukuh bertahan di TRD.
Segelintir lainnya juga memilih berada di sana karena enggan main kucing-kucingan dengan aparat. Apalagi, di terminal liar sebenarnya pungutan jauh lebih mencekik ketimbang di TRD.
"TRD ini sebenarnya bagus, cuma pengelolaannya yang tidak profesional. Kalau dikelola baik, saya yakin bisa bagus," kata SR.

Di TRD, pungutan relatif lebih jelas dan ringan. Berbeda dengan terminal liar di kilometer 14, depan Kompleks AURI, banyak dikeluhkan para sopir.
"Bayangkan, uang parkirnya saja per mobil itu Rp 10 ribu. Ini belum termasuk hitungan penumpang per kepala Rp 5 ribu. Jadi ada atau tidak ada penumpang, tetap harus bayar parkir Rp 5 ribu," paparnya.
Dalam sehari, tak kurang dari 70 sampai 80 mobil berpangkalan di terminal liar. Seluruh pendapatan di pangkalan ilegal ini, tidak sesenpun memberi kontribusi untuk pendapatan daerah.
Semuanya masuk ke kas "pengelola".

Lantas siapa pengelolanya? "Ya itu tadi. Macam-macam. Pokoknya, ada tommi aparat di situ. Karena tidak mungkin bisa bertahan kalau tidak ada aparat yang pegang. Di situ kan uang besar," tuturnya.
Benarkah ada keterlibatan oknum anggota TNI sebagai beking? SR tak berani membenarkan.
"Saya nda berani bilang. Tapi semua orang juga sudah tahu, siapa-siapa disitu. Saya bilang tadi, polisi saja takut. Kalau polisi sudah takut, berarti di atasnya polisi itu," ucap SR tersenyum penuh arti.
Indikasi keterlibatan aparat TNI dalam membekingi terminal liar, telah menjadi rahasia umum di kalangan pengelola TRD. Hanya saja, selama ini pihak TRD memilih bungkam.

Mereka berdalih, TRD tidak punya wewenang untuk melakukan penertiban sampai di luar area terminal. Terminal liar adalah wewenang dishub dan satlantas.
Karena itu pada tahun 2009, pengelola melibatkan aparat satlantas, pihak POM AURI dan dinas perhubungan untuk memediasi persoalan ini. Hasilnya, terminal liar ditertibkan dan disepakati tidak ada lagi pangkalan angkutan daerah di luar TRD.

Seluruh aktivitas pengangkutan AKAP maupun AKDP dipusatkan ke TRD.
POM AURI kemudian mengeluarkan semacam ultimatum akan menindak tegas anggota AURI yang diduga terlibat membekingi terminal liar. Mediasi gabungan tiga institusi ini berjalan efektif.
Tetapi itu hanya bertahan dua pekan. Setelah itu, angkutan daerah kembali meninggalkan TRD dan memilih berpangkalan di terminal liar.
Setahun kemudian, penertiban kembali dilakukan. Seperti semula, efektivitasnya hanya tampak dalam dua sampai tiga pekan. Setelah itu, terminal liar kembali dijejaki angkutan-angkutan daerah.
Setelah hampir tiga tahun tak ada penertiban, terminal liar di Kilometer 14 sudah seperti layaknya terminal legal. Setiap hari, pangkalan di tepi jalan itu dipenuhi kendaraan dari seluruh rute daerah.
Anehnya, posko satlantas yang ada di tempat itu tidak bisa berbuat apa-apa. Polisi hanya duduk dan membiarkan terminal ini tumbuh subur.

Mobil plat hitam (gantung) dengan bebas menaikkan dan menurunkan penumpang, tanpa ada larangan parkir. Sepanjang jalan, penumpang juga berjejal.
Wajar jika kemudian, mobil angkutan daerah di TRD meradang. Karena rupanya, polisi lalu lintas pun tak berdaya menghadapi terminal liar.

Sebenarnya, kisruh ini tidak sepenuhnya berpangkal pada terminal liar. Sedikit banyak, pengelolaan TRD yang awut-awutan juga menjadi penyebab mobil-mobil angkutan daerah menolak masuk TRD.
TRD yang dulunya diharapkan menjadi terminal berstandar regional, rupanya tidak bisa menerapkan pola pengelolaan yang mengedepankan pelayanan. Fasilitas terminal juga dinilai sangat tertinggal.
Belum lagi, PO-PO yang membandel bertahun-tahun, menolak masuk TRD, memancing angkutan lainnya untuk keluar dan berpangkalan di terminal liar.

Apalagi, setelah maraknya mobil plat gantung, persaingan kian bebas. Di terminal liar, mobil plat gantung juga diberi ruang untuk berpangkalan seperti layaknya mobil-mobil plat kuning.
"Plat gantung ini dulu diprotes, tapi sekarang bebasmi. Tidak adami protes," ucap Cikal, sopir daerah plat kuning.

Mengapa tak ada protes? "Bagaimana mau diprotes, plat gantung itu rata-rata yang punya polisi. Ada juga sebagian punya tentara. Protesmi itu," tukasnya.
DPRD Makassar menuding pengelola TRD telah gagal. Bukan saja gagal mengatasi persoalan PO, tetapi juga tidak mampu memperbaiki manajemen pelayanannya secara internal sehingga angkutan daerah memilih berpangkalan di luar.

Anggota Komisi D Bidang Kesejahteraan Rakyat, Rahman, kepada BKM Jumat (25/1) mengatakan, selama bertahun-tahun pemkot tidak mampu menyelesaikan persoalan terminal. Inti persoalannya adalah, koordinasi yang lemah antarinstansi dan tidak adanya langkah tegas terhadap para pengusaha angkutan yang membangkang.
"Masalah PO sudah bertahun-tahun tidak teratasi. Untuk itu PD TRD kami nilai gagal dalam melakukan pengawasan dan penindakan. Jika persolan ini berlarut-larut maka PAD dari sektor PD Terminal akan terus merugi dan tidak bisa ditarget naik," tegas legilsator PBB yang berasal dari daerah pemilihan V itu.
Hal senada juga dikemukakan anggota Komisi B Bidang Ekonomi Lukman Basrah. Menurutnya persolan PO sangat berdampak pada PAD Kota Makassar dari sektor TRD. Aturan terkait bongkar muat penumpang di terminal daya sudah menjadi ketentuan dalam Surat Walikota (SK) yang ada.

Hanya saja sejuh ini SK tersebut masih lemah dari segi penegakan sanksi. Akibatnya muncullah terminal liar, plat gantung dan angkutan daerah semakin bebas menaikkan dan menurunkan penumpang di luar TRD.
"Ini kerugian luar biasa. Berapa banyak pundi-pundi kita yang hilang hanya karena pengelola TRD yang tidak becus," tandas Lukman.

Lukman mengaku heran, mengapa terminal liar dan plat gantung tidak bisa ditertibkan. Padahal, payung hukumnya sudah jelas.
Lagi pula, semua sudah merasakan dampak dari pembiaran. Pendapatan TRD menurun, mobil plat hitam bebas mengambil penumpang.

"Dan yang paling parah, mobil plat kuning malah sekarang mulai tersingkir. Kasihan para sopir. Kenapa plat gantung ini dibiarkan. Seharusnya ada upaya tegas dari pemerintah kota," katanya.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, Lukman ragu, TRD akan bertahan lebih lama lagi.
Pada puncaknya nanti kata dia, TRD akan mati dan hanya tinggal menjadi bangunan-bangunan tua tak berpenghuni.

"Angkutan daerah juga akan mati. Yang jadi raja jalanan plat gantung. Mereka bebas ke kota siang malam. Menjemput dan mengantar penumpang. Akhirnya apa? Makassar makin macet," kuncinya

ABG Dijadikan PSK, Tarifnya Rp 1,5 Juta

MAKASSAR, Tim Ditreskrim Umum Polda Sulawesi Selatan membongkar sindikat penjualan anak di bawah umur. Empat orang, diantaranya tiga remaja korban trafficking yang masih berusia 16 dan 18 tahun beserta seorang pria, diamankan saat penggerebekan di Hotel Jade, Jalan Pengayoman, Makassar. Kamis (24/1) malam.

Ketiga remaja ABG itu masing-masing berinisial Rt (16) asal Enrekang, PDW (17) asal Kendari serta NRGD (18) asal Bogor, Jawa Barat. Sementara seorang pria yang turut diamankan bernama Asran AG alias Caca (30).
Caca diduga sebagai pemilik dari agensi ini. Dari hasil pemeriksaan sementara, pria ini adalah perpanjangan tangan dari sindikat trafficking yang bertugas mencari calon korban melalui agensi berkedok perekrut tenaga kerja.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombe Polisi Endi Sutendi, Jumat (25/1) mengungkapkan, sindikat ini telah lama diselidiki petugas.
Laporan adanya aktivitas penjualan perempuan di Makassar, dilaporkan sejak 2011 silam. Sebuah sindikat diduga berasal dari luar Sulsel, telah beroperasi di Makassar dan beberapa daerah.
Sasaran mereka adalah mencari remaja-remaja berusia antara 15 sampai 18 tahun untuk dijual kepada pria-pria hidung belang.

"Mereka diiming-imingi pekerjaan dengan pendapatan besar. Setelah direkrut, mereka dijual kepada hidung belang," terang Endi.
Endi mengungkapkan, dalam beberapa pekan terakhir, sindikat ini kembali aktif beroperasi. Setelah persembunyiannya diketahui, seorang polisi menyamar menjadi hidung belang dan berpura-pura meminta kepada agensi Caca agar menyiapkan ABG untuk dikencani.
Caca langsung menanggapi tawaran itu. Setelah negosiasi via Blackberry Massanger (BBM), mereka sepakat bertemu di Hotel Jade, Jalan Pengayoman.

Setengah jam kemudian, petugas bergerak ke lokasi. Caca langsung digerebek di Kamar 324.
Penggerebekan dipimpin Kompol Gani Alamsyah.
Alhasil, pria ini ditemukan berada dalam satu kamar bersama tiga ABG yang siap dijual.
Dari hasil penangkapan, turut diamankan barang bukti berupa satu buah alat kontrasepsi, uang tunai Rp 1,5 juta, satu unit Blackberry dan satu unit handphone.
Caca di hadapan petugas mengungkapkan modus operandi sindikatnya. Menurutnya, ia bertugas mencari ABG ke beberapa daerah di Sulsel.
Kepada calon korbannya, Caca menawarkan pekerjaan dengan gaji besar. Rata-rata calon korbannya adalah gadis-gadis desa yang masih lugu, perawan dan berlatar belakang ekonomi lemah.
"Karena biasanya yang miskin-miskin itu kalau ditawari kerja di kota, lebih gampang," katanya.
Setelah calon korbannya bersedia ikut, mereka kemudian dibawa ke hotel. Dikumpulkan beberapa hari sambil menunggu penawaran dari para pembeli.

Foto-foto calon korban biasanya disebar ke beberapa grup hidung belang via BBM. "Kalau harga cocok, kita langsung antar barangnya. Biasanya kalau sudah dibeli, baru korban sadar bahwa mereka dijadikan PSK," aku Caca.

Tiga ABG yang turut ditemukan bersamanya malam itu, menurut Caca telah dilego oleh beberapa pelanggan dengan harga antara Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta. Rencananya mereka akan diserahkan esok hari.
"Tapi karena tadi ada yang minta dengan harga tinggi, ya akhirnya kami bawa barangnya ke hotel. Rencananya kita mau alihkan ke sana. Rupanya, yang tawar itu polisi yang menyamar," ucapnya tertunduk.
Caca juga mengakui, di Sulsel, ia hanya agensi yang bertugas mencari mangsa. Sementara di atasnya ada pihak atau sindikat lebih besar yang mengendalikan bisnis ini.

Endi dalam keterangannya mengatakan, tersangka merupakan sindikat luar Sulawesi yang sudah sekitar 5 tahun terlibat dalam jaringan trafficking. Sepak terjang sindikat ini sudah dikenal luas, namun masih terdapat banyak kaki tangannya yang sedang diselidiki.

"Tersangka diancam Pasal 2 ayat 1 dan 2 dan pasal 6 uu 21/2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman maksimal 15 tahun, denda maksimal 600 juta.
Atau pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 10 tahun penjara denda Rp 200 juta," katanya.

Terpisah, Kompol Hj Jamilah, Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Sulsel mengatakan, kasus trafficking di Kota Makassar yang terungkap mencapai 5 kasus. "Diungkap Polda Sulsel berjumlah tiga kasus dan Polrestabes Makassar mengungkap dua kasus," jelas Jamilah.
Menurutnya, belum ada benang merah antara sindikat yang satu dengan yang lainnya. Pihaknya masih dalam penyelidikan.

Bisa saja kata Jamilah, semua sindikat trafficking yang beroperasi di Sulsel punya keterkaitan. Namun bisa juga bekerja sendiri-sendiri.

Yang pasti, terungkapnya kasus ini menguak fakta baru bahwa sindikat penjualan orang patut diwaspadai karena sudah berinvasi sampai ke daerah.

30 Pecandu Narkoba Ngamuk Di Makasar

MAKASSAR,  Sekelompok penghuni Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulsel, di Jalan Baddoka, Biringkanaya, Makassar, mengamuk dan melakukan perusakan, Kamis (24/1). Keributan ini menyebabkan kaburnya 30 pasien rehab.

Kepolisian Daerah Sulsel, mengonfirmasi, dari 30 pasien rehab yang kabur, tujuh diantaranya ditengarai sebagai pelaku perusakan. Mereka adalah Rasyid, Ardi, Alvian, Arga, Ahmad, Fahmi, Fajar dan Asmar.
Dari keterangan beberapa saksi mata yang merupakan pegawai BNNP Sulsel, para penghuni rehab tiba-tiba saja mengamuk dan merusak. Mereka memecahkan kaca, lampu taman, mendobrak pintu, melemparkan beragam fasilitas kantor.

"Setelah itu mereka kabur," ujar Andi Muh Thurzinawan, staf BNN.
Ia mengatakan, kejadiannya sangat cepat. Awalnya hanya tujuh orang yang mengamuk dan langsung kabur. Namun tak berapa lama, kembali disusul beberapa penghuni lainnya.
Pihaknya sendiri tidak mampu menghentikan pada pasien karena mereka tampak sangat kalap. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami terpaksa hanya melihat saja," ucapnya.

Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Kombes Polisi Endi Sutendi, yang dikonfirmasi mengatakan semua saksi telah diinterogasi oleh Polsek Biringkanaya Makassar. Dari pengakuan mereka, ketujuh tersangka perusakan, kabur bersama 15 lainnya. Lalu disusul beberapa pasien selanjutnya.

"Total pasien 30 yang kabur, 22 belum kembali ke kantor BNN, sedangkan yang sudah kembali 8 orang. Delapan orang ini diduga tidak terlibat dalam perusakan kantor BNN," jelasnya.
Akibat perusakan ini, kerugian ditaksir mencapai Rp 50 juta. 

Pasien yang belum kembali ke Balai Rehabilitasi BNN kata Endi, akan dikejar, namun masih menunggu koordinasi dengan pihak balai. "Kami siap melakukan pengejaran tapi menunggu koordinasi dulu dengan BNNP Sulsel," kunci Endi.

BSB Bantaeng Punya Kapal Patroli

BULUKUMBA, Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecelakaan laut, Brigade Siaga Bencana (BSB) Bantaeng kini dilengkapi kapal patroli berkecepatan tinggi. Kapal bermesin ganda yang dilengkapi radio komunikasi dan peralatan selam tersebut merupakan bantuan Kementerian Kelautan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 750 juta.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantaeng Ir Nongpa, menjelaskan, uji coba kapal berkekuatan jelajah 5 knot tersebut sudah dilakukan di perairan Pantai Seruni Bantaeng, Sabtu 26 Januari lalu.

"Uji coba dilakukan Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah dengan mengemudikan sendiri kapal tersebut mengelilingi Pantai Seruni. Dengan kehadiran kapal ini, Bantaeng tak hanya memiliki ambulance yang mampu menjangkau pelosok desa, tetapi juga mampu memberi pertolongan di pantai," kata Nongpa.

Kehadiran kapal patroli perikanan ini tak hanya mengawasi pantai, tetapi juga menjaga kemungkinan terjadinya kecelakaan laut. Sebab, masyarakat Bantaeng banyak menggunakan pantai untuk usaha rumput laut.

Karena itu, ia berharap, fasilitas terbaru untuk membantu masyarakat ini dapat dijaga dan dipergunakan sebagaimana mestinya. BSB Bantaeng menyiapkan layanan telepon 113, yang bisa dihubungi masyarakat. Dengan menelepon ke nomor tersebut, BSB bisa langsung melacak titik koordinatnya. Saat didatangkan, Kapal patroli tersebut dikendarai dari Makassar, dan baru tiba dengan lama perjalanan 4 jam karena ombak yang cukup tinggi. Dalam kondisi normal, kapal ini bisa menjangkau Bantaeng dalam 2 jam perjalanan.

Jatah Koridor Sulawesi Rp10,73 T

MAKASSAR, Koridor Sulawesi hanya mendapat Rp10,73 triliun dari total Rp545,76 triliun anggaran program percepatan pembangunan infrastruktur melalui MP3EI tahun ini. Jumlah itu terbilang kecil, hanya 1,9 persen.

Namun, menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulsel, Zulkarnain Arief, angka Rp10,73 triliun sudah cukup besar. "Jangan bandingkan dengan koridor lain yang memang sudah membangun," katanya, Jumat, 4 Januari.

Zulkarnain menjelaskan, proyek MP3EI di koridor lain sudah berjalan sejak 2012. Jadi, alokasi dana untuk 2013 adalah untuk lanjutan proyek. "Untuk jalan tol saja bisa seratusan triliun," imbuhnya.

Sementara di Sulawesi, kata pengusaha aspal beton itu, proyek MP3EI baru akan dimulai tahun ini. Anggaran untuk 2013 akan lebih banyak untuk pembebasan lahan, riset, perizinan, dan tahapan awal lainnya.

Meski begitu, pihak Kadin berharap, dana Rp10,73 triliun bisa terserap sepenuhnya. "Itu agar pembangunan bisa segera dilakukan. Pada 2014, anggaran untuk koridor Sulawesi akan jauh lebih besar," imbuh Zulkarnain.

Sebelumnya, Menko Perekonomian RI, Hatta Rajasa membeberkan, ada 146 proyek MP3EI yang akan berjalan tahun ini. Program 2013 terdiri dari proyek infrastruktur dan riil. Diharapkan sudah bisa ground breaking.

Hatta menyebut, proyek infrastruktur sebesar Rp143,08 triliun pada 82 proyek. Sedangkan untuk sektor riil Rp402,67 triliun pada 64 proyek. Pemerintah berjanji, sebaran proyek sudah diperhitungkan. Porsi proyek di Jawa akan dikurangi.

Meski begitu, pada rincian anggaran terlihat, koridor Jawa masih mendapat share cukup besar, sekira Rp115,77 triliun atau 21,21 persen dari enam koridor. Anggaran terbesar untuk koridor Papua-Maluku Rp204,56 triliun.

Anggaran untuk koridor Sulawesi paling kecil. Selain lebih kecil dari Maluku-Papua dan Jawa, juga kalah dari koridor Bali-Nusa Tenggara (Rp43,27 triliun), koridor Sumatera (Rp62,53 triliun), dan koridor Kalimantan Rp108,87 triliun.

Dalam Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2012 lalu, realisasi proyek yang sudah ground breaking atau peletakan batu pertama mencapai Rp623,91 triliun.

Rincian alokasi anggaran proyek 2012 adalah Rp127,8 triliun koridor Sumatera, Rp263,6 triliun Jawa, Rp125,3 triliun Kalimantan, Rp74,4 triliun Sulawesi, Rp44,4 triliun Bali-Nusa Tenggara, dan Rp115,5 triliun Papua-Maluku

Bantaeng Terus Kembangkan Beragam Jenis Buah

BANTAENG, Berbagai jenis tanaman produksi kini telah dikembangkan di sejumlah areal perkebunan milik masyarakat Bantaeng. Buah-buahan tersebut seperti duku, rambutan, manggis, strawberry, dan apel.

Bupati Bantaeng HM Nurdin Abdullah bersama Ketua Tim Penggerak PKK Hj Lies F Nurdin, Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Hj Aisyah Yasin bahkan telah melakukan panen duren di Desa Kacidu Kecamatan Tompobulu, Sabtu 26 Januari lalu.

Panen duren yang juga dihadiri Kepala Dinas PPKAD Afris, Kadis PU dan Praswil Arsyad Borahima sejumlah Camat dan Kepala Desa tersebut diawali pemetikan pada pohon yang landai.
Pada saatnya, terang Nurdin Abdullah, daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar ini mengembangkan wisata buah.

Khusus di Kecamatan Ulu Ere, sudah dijadikan kawasan agro wisata yang sudah banyak dikunjungi, sementara kecamatan lainnya yang menghasilkan berbagai jenis buah diharapkan menjadi daerah kunjungan tersendiri. Di Kecamatan Ere Merasa dikembangkan tanaman manggis, serta appel dan strawberry di Kecamatan Ulu Ere.

Ketua DPRD Sulbar Diminta Pembangunan Jalan

MAMUJU,  Ketua DPRD Sulbar, Hamzah Hapati Hasan mengaku telah menerima ribuan proposal permintaan bantuan dari masyarakat. Bahkan ada permintaan bantuan pembuatan jalan menuju ke kuburan di salah satu desa di
Kabupaten Mamuju.

Hamzah yang biasa dipanggil H4 merasa prihatin mendengar cerita masyarakat yang mengaku menggotong mayat melalui jalan yang berlumpur dan dipenuhi air untuk sampai di pekuburan.
"Dari ribuan proposal yang masuk itu, kami akan perjuangkan permintaan bantuan pembuatan jalan ke kuburan. Kasihan mereka harus menggotong keranda mayat melalui jalan yang buruk," aku Hamzah, Minggu, 27 Januari.

Menurut Hamzah, selain permintaan bantuan pembuatan jalan ke kuburan, masih banyak permintaan lainnya. Diantaranya, perbaikan jalan, pembuatan drainase, dan pembuatan MCK.

Lima Kasubag di DPRD Sulbar Bergeser

MAMUJU, Lima Kepala Sub Bagian (Kasubag) di Sekretariat DPRD Sulbar, bergeser yang ditandai dengan pelantikan dan pengambilan sumpah di ruang aspirasi DPRD Sulbar, Jumat 25 Januari.

Kelima Kasubag yang dimaksud adalah Syahrin Salatung yang dilantik menjadi Kasubag Persidangan Risalah dan Pelaporan. Imelda Pababari dilantik menjadi Kasubag Komisi dan Panitia-panita.

Tiga Kasubag lainnya adalah Syarkiah dilantik menjadi Kasubag Tata Usaha dan Kepegawaian, Kabianto dilantik menjadi Kasubag Rumah Tangga dan Perlengkapan, dan Aco Tanrijaling yang dilantik menjadi Kasubag Perpustakaan dan Pengkajian pada Bagian Kehumasan.

Dalam kesempatan itu, Sekretaris DPRD Sulawesi Barat, Muzakkir Kulasse mengatakan, pelantikan yang dia lakukan ini merupakan kebijakan Gubernur Sulbar, Anwar Adnan Saleh yang memerintahkan pelantikan pejabat eselon IV diserahkan pada masing-masing kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah

Tahun Ini Bulog tidak Impor Beras

PALU, Pada tahun ini pemerintah tidak akan mengimpor beras, kecuali jika terjadi gangguan yang mengakibatkan petani mengalami gagal panen.

"Kami targetkan Bulog tahun ini tidak impor beras," kata Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum Perum Bulog Abdul Karim di sela-sela kunjungan kerja selama dua hari di Palu, Sulawesi Tengah (sulteng), Jumat 18 Januari.

Ia berharap sepanjang 2013 produksi petani bagus sehingga target Bulog untuk tidak mengimpor beras dari luar terpenuhi. Secara nasional, Bulog kini memiliki stok dalam jumlah memadai, yaitu 2,3 juta ton, sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selama delapan bulan ke depan.

Sementara itu, rencana pengadaan beras pada musim panen tahun ini ditargetkan sebanyak 3,5 juta ton. "Kita semua berharap target pengadaan beras sebanyak itu bisa terealisasi sehingga pemerintah tak perlu lagi impor beras," ujarnya.

Guna mendukung target pembelian yang telah ditetapkan Bulog, Karim meminta kepada semua Kepala Divisi Regional (Divre) Bulog di daerah-daerah, termasuk Sulteng untuk gencar melakukan pembelian. Penetapan target pengadaan beras disesuaikan dengan luas areal sawah dan produksi petani di setiap daerah. "Mudah-mudahan hasil produksi petani pada musim panen 2013 lebih bagus dan meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya," ujar Karim

Kamis, 24 Januari 2013

Pariwisata Toraja Dibidik Asia Pasifik


MAKASSAR,  Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Sulsel akan membahas pariwisata Tana Toraja yang sedang dibidik Asia Pasifik dalam rapat kerja di Makale, Tana Toraja, Sabtu (26/1/2013). Menurut

Ketua BPD PHRI Sulsel, Anggiat Sinaga, rapat kali ini akan mengusung sebuah langkah terobosan untuk melakukan diversifikasi segmen dengan membidik segmen Asia Pacifik. Pariwisata Toraja menjadi sebuah simbol perubahan tersebut.

Menurut Anggiat, Jumat (25/1/2013), selama ini pariwisata Sulsel hanya fokus untuk membidik pasar Eropa dan Amerika sementara ekonomi untuk negara tersebut belum menjanjikan. Salah satu kunci untuk mengembalikan kesuksesan pariwisata Toraja adalah dengan membuat program berkesinambungan tentang tema kunjungan ke Tana Toraja.

Dampak Banjir di Maros, 900 Kilometer Jalan Rusak Parah


MAROS, MAROS, Pasca banjir bandang yang melanda Kabupaten Maros, Sulsel, pekan pertama Januari 2013, menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Selain wabah penyakit, jalan desa dan kecamatan termasuk jalan jalan trans Sulawesi mengalami kerusakan cukup parah. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Maros, Abdul Salam, membenarkan situasi tersebut.

Ia mengatakan, hampir 900 kilometer jalan di Maros mengalami kerusakan karena banjir. Jika di presentase, sekitar 20 persen mengalami kerusakan namun saat ini pihaknya belum mengadakan survei.

"Insya Allah kami mulai awal Maret, sekarang belum bisa dikerjakan karena masih hujan. Percuma dikerjakan sekarang kalau masih hujan" jelasnya, saat ditemui di kantor Dinas Pekerjaan Umum Maros, Jumat (18/1/2012).

Namun, pihaknya telah mengantisipasi kerusakan jalan itu dengan melakukan penanganan darurat. Berupa penambalan jalan yang berlubang. Penanganan darurat ini menelan biaya Rp 5 miliar. Sedangkan pekerjaan permanen akan dimulai pada Maret mendatang yang membutuhkan dana Rp 30 miliar.

Ia menambahkan, dari 14 kecamatan di Maros, Kecamatan Cenrana dan Camba yang terparah kerusakannya. Selebihnya di Kecamatan Turikale. Menyoal jalanan trans Sulawesi yang juga terkena imbas akibat banjir, pihaknya mengaku menekan Dinas PU Sulsel untuk mengadakan perbaikan.Pasca banjir bandang yang melanda Kabupaten Maros, Sulsel, pekan pertama Januari 2013, menimbulkan masalah baru bagi masyarakat.

Selain wabah penyakit, jalan desa dan kecamatan termasuk jalan jalan trans Sulawesi mengalami kerusakan cukup parah. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Maros, Abdul Salam, membenarkan situasi tersebut.

Ia mengatakan, hampir 900 kilometer jalan di Maros mengalami kerusakan karena banjir. Jika di presentase, sekitar 20 persen mengalami kerusakan namun saat ini pihaknya belum mengadakan survei.

"Insya Allah kami mulai awal Maret, sekarang belum bisa dikerjakan karena masih hujan. Percuma dikerjakan sekarang kalau masih hujan" jelasnya, saat ditemui di kantor Dinas Pekerjaan Umum Maros, Jumat (18/1/2012).

Namun, pihaknya telah mengantisipasi kerusakan jalan itu dengan melakukan penanganan darurat. Berupa penambalan jalan yang berlubang. Penanganan darurat ini menelan biaya Rp 5 miliar. Sedangkan pekerjaan permanen akan dimulai pada Maret mendatang yang membutuhkan dana Rp 30 miliar.

Ia menambahkan, dari 14 kecamatan di Maros, Kecamatan Cenrana dan Camba yang terparah kerusakannya. Selebihnya di Kecamatan Turikale. Menyoal jalanan trans Sulawesi yang juga terkena imbas akibat banjir, pihaknya mengaku menekan Dinas PU Sulsel untuk mengadakan perbaikan.

Tarif Listrik di Palopo Naik 100 Persen?


PALOPO,  Saat sejumlah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak rencana kenaikan tarif dasar listrik (TDL) di kantor PLN Palopo, Jumat (18/1/13), seorang warga menghampiri para mahasiswa tersebut dan mengadu kenaikan tarif yang berlebihan.

Warga yang tak mau menyebut namanya itu, mengatakan heran dengan kenaikan biaya listrik di rumahnya yang mencapai 100 persen lebih. Ia menceritakan, sebelumnya ia tak pernah membayar listrik lebih dari Rp 97 ribu per bulan. Namun per Januari tahun ini, ia harus membayar listrik sebesar Rp 230 ribu.

Selain itu, dikuitansi listriknya, telah terjadi perubahan status dari rumah tangga menjadi bisnis.

"Saya tidak tahu kapan itu listrikku berubah jadi bisnis, namun sempat memang keluarga menjual barang campuran di rumah tapi itu hanya menggunakan satu lampu" ungkapnya.

Seorang pengunjuk rasa, Awaluddin, mengatakan
para mahasiswa menolak kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), karena akan menyengsarakan rakyat dan mendesak pemerintah mencabut Peraturan menteri ESDM tahun 2012 tentang kenaikan TDL yang mulai berlaku Februari tahun ini.

Tendean: Sulut Siap Hadapi Pasar Bebas ASEAN


MANADO, Kepala Biro Pemerintahan dan Humas Setdaprov Sulut  Dr. Noudi R.P. Tendean, SIP. MSi, menegaskan, Sulut siap untuk menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2015 mendatang.

Menurutnya, persiapan Sulut menghadapi pasar bebas yang sudah didepan mata itu, sudah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya. Seperti contohnya untuk produk daerah, Sulut mampu mensejajarkan dengan daerah lainnya, dari segi kualitas, kuantitas dan kointiunitas.

Sedangkan untuk contoh Sumber Daya Manusia (SDM), Tendean menyatakan, Sulut juga sudah membuktikannya. Sebab, dari data Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) RI, Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sulut, tertinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia di luar DKI.

“IPM Sulut mencapai 8 persen. Itu membuktikan Sulut juga terus mengalami kemajuan. Memang, dibandingkan dengan Jakarta Sulut kalah. Namun, Jakarta itu adalah Daerah Khusus Ibukota. Artinya, semua anggaran negara baik di bidang kesehatan, pendidikan, dan bantuan untuk rakyat miskin, Jakarta selalu yang dikhususkan atau diprioritaskan,” terangnya.

Kata dia lagi, untuk indikator bidang kesehatan dan kesejahteraan, Sulut dikatakan benar-benar siap. Buktinya, usia harapan Sulut menempati peringkat 3 di antara 33 provinsi, atau hanya kalah dari daerah yang diistimewakan (DI Jogjakarta 73,2 persen) dan daerah yang selalu dikhususkan (DKI Jakarta (73,1 persen).

“Untuk Sulut hanya 72,1 persen,” tandasnya.

Sementara soal tingkat kesejahteraan dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atau pendapatan per kapita (per kepala), kata Tendean Sulut sangat baik karena dari kemampuan membeli masyarakat sangat tinggi.

“Itu juga karena UMP di Sulut mencapai Rp1.500.000. Jadi, kita bisa buktikan Sulut siap menghadapi pasar bebas 2015 nanti,” kata Tendean.

SKEMA HUTAN DESA DI SULAWESI TENGAH: PEMBERIAN SETENGAH HATI Azmi Sirajuddin


Instansi pemerintah di sektor kehutanan sering kali mengumbar kata terkait proyek Hutan Desa maupun Hutan Kemasyarakatan di Sulawesi Tengah. Misalnya, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Palu – Poso, menargetkan bahwa alokasi areal kerja hutan desa maupun hutan kemasyarakatan untuk tahun  2012, adalah 8.239 hektar. Sejalan dengan itu, Dinas Kehutanan Sulawesi Tengah juga berulang kali menyebutkan adanya alokasi lahan untuk pengembangan hutan desa maupun hutan kemasyarakatan.
Namun, janji dan pernyataan tersebut kerap kali tidak sejalan dengan fakta sosial yang ada. Beberapa kali kelompok masyarakat dan organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tengah mengajukan permohonan hutan desa maupun hutan kemasyarakatan. Tapi, apa lacur, sejauh ini jauh panggang daripada api. Merujuk data dan fakta yang ada, hingga saat ini, baru ada satu proyek hutan desa yang telah diverifkasi oleh Menteri Kehutanan.
Yaitu, di areal kerja hutan desa di Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi (beritapalu.com, 2011). Dengan luas 490 hektar, yang telah ditetapkan pada tahun 2011 oleh Menteri Kehutanan. Adapun hutan kemasyarakatan, baru ada dua lokasi, yaitu 500 hektar di Desa Nambo Kecamatan Kintom Kabupaten Banggai, dan di Kecamatan Pipikoro Kabupaten Sigi seluas 2.184 hektar.
Perubahan Permenhut No.49 Tahun 2008 tentang Hutan Desa ke Permenhut No.14 Tahun 2010, yang selanjutnya dirubah lagi ke Permenhut No.53 Tahun 2011, menunjukkan kalau platform kebijakan juga berubah-ubah. Bahkan, cenderung tidak konsisten antara Permenhut yang satu dengan Permenhut lainnya tentang Hutan Desa. Sekaligus, mencerminkan skenario kebijakan yang berubah-ubah dan disesuikan dengan kepentingan kelompok dan pesan-pesan sponsor kelompok tertentu yang memliki kuasa yang lebih atas hutan dan lahan di Indonesia.
Tangga Prosedural Berliku
Berdasarkan pengalaman Yayasan Merah Putih (YMP) bersama masyarakat di Kabupaten Banggai, mendorong skema hutan desa maupun hutan kemasyarakatan bukanlah perkara yang mudah. Sejak tahun 2010, YMP bersama masyarakat di Desa Uwedaka Kecamatan Lobu, serta bersama masyarakat di Desa Toiba Kecamatan Bualemo, mendorong skema hutan desa.
Dimulai dari proses survei, riset dan pemetaan hingga lokakarya desa tentang hasil-hasil riset dan pemetaan potensi hutan, dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat setempat. Bahkan, proses penyusunan proposal areal kerja hutan desa juga disampaikan bersama dengan masyarakat ke pemerintah kabupaten.
Namun, hingga setelah pergantian Bupati, saat ini, belum ada respon  dan tanggapan dari Bupati Banggai. Beberapa kali perwakilan masyarakat menemui dan mendesak Dinas Kehutanan Banggai untuk menanyakan usulan areal kerja hutan desa di Desa Toiba. Namun, juga belum ada jawaban yang meyakinkan. Kecenderungan yang ada, justru dokumen-dokumen proposal tersebut hanya diarsipakn belakan tanpa pernah digubris.
Harapan masyarakat dan pemerintah Desa Toiba agar usulan mereka dijawab Bupati seakan sirna. Karena, hingga kini, Bupati Banggai sama sekali tidak pernah mengagendakan pembahasan usulan hutan desa tersebut dengan pihak dinas kehutanan maupun DPRD. Kesan yang muncul di tengah masyarakat Toiba saat ini, pemerintah sengaja membiarkan usulan itu mengendap. Sebab, lebih memetingkan pengembangan perkebunan sawit milil PT Wira Mas Permai seluas 17.500 hektar di Kecamatan Bualemo.
Di mana, areal kerja hutan desa yang diusulkan kemungkinan juga akan dianeksasi oleh perusahaan Wira Mas Permai. Padahal, masyarakat setempat berharap agar Bupati dapat merekomendasikan usulan itu ke Gubernur. Mungkin, dengan kehadiran skema hutan desa di kampung itu, akan dapat menjawab tantangan perbaikan taraf hidup masyarakat. Dibandingkan dengan menjadi buruh harian di perkebunan sawit. Atau menyerahkan sebahagian lahan garapan mereka menjadi lahan plasma perusahaan. Dengan resiko jerat hutang dan rente yang berkepanjangan.
Di Kabupaten Toli-Toli, situasi yang berbeda tampaknya. Tapi dengan semangat yang hampir serupa, yaitu proyek semata. Kelompok Kerja Pemantauan REDD Sulawesi Tengah menemukan kejanggalan. Yang mana, Kepala Desa Malulu Kecamatan Dondo, dipaksa oleh Dinas Kehutanan Toli-Toli menandatangani proposal areal kerja hutan desa. Namun, Kepala Desa menolak menandatanganinya.
Penolakan Kades sangat beralasan. Sebab, tanpa sepengetahuan dirinya serta masyarakat setempat, tiba-tiba usulan hutan desa justru sudah dibuat dari atas. Padahal, mereka sebagai masyarakat Desa Malulu belum pernah membicarakan rencana itu. Bahkan. yang lebih mengherankan, kelompok kerja untuk pengelola hutan desa sudah terbentuk, lengkap dengan komposisi pengurus dan anggotanya. Ketika diteliti oleh Kades, sebahagian dari nama-nama dalam kelompok adalah fiktif belaka. Tidak dikenal di Desa Malulu.
Sama sekali tidak ada prinsip partisipasi, akuntabilitas dan keterbukaan dari Dinas Kehutanan setempat. Gema untuk mendorong prinsip padiatapa atau FPIC dalam setiap kebijakan kehutanan di Sulawesi Tengah, kini tercemari. Kenapa tiba-tiba Dinas Kehutanan Toli-Toli menempuh jalan pintas semacam itu? Jangan-jangan ini untuk mengejar proyek semata, tanpa menghormati hak masyarakat setempat. Tanpa ada pelibatan dan peran serta masyarakat dalam proses survei, riset dan pemetaan.
Jangan-jangan, konsep padiatapa hanya jargon belaka. Belum menyentuh aspek fundamental dari apa yang kita maksudkan dengan padiatapa. Pemerintah senang sekali membuat perencanaan dari atas, dan melupakan proses dari bawah. Jika ini benar-benar disengaja, maka kasus penolakan masyarakat terhadap skema-skema kehutanan di Desa Talaga Kabupaten Donggala, akan terlulang di Toli-Toli. Selain karena skema itu dirancang tanpa ada informasi yang baik diteruskan ke masyarakat, juga proses persetujuannya memang dipaksakan.
Jika demikian, skema hutan desa yang dipandang baik untuk masyarakat, dan seringkali dikampanyekan oleh pemerintah, akan menjadi tidak baik. Sebab, selalu didorong dengan motivasi proyek dan pencapaian indikator program pada instansi kehutanan vertikal maupun SKPD kehutanan di level provinsi dan kabupaten/kota.
Mungkin, pengalaman organisasi masyarakat sipil WARSI di Jambi, cukup mencengangkan. Menurut mereka, dari penglaman mereka selama ini di Jambi, untuk memperoleh SK Penetapan Hutan Desa maupun Hutan Kemasyarakatan dari Menteri Kehutanan, biasanya harus melewati berbagai pintu dan tangga birokrasi dari level kabupaten hingga pusat. “Mungkin kita harus melewati 40 pintu dan tangga birokrasi sebelum SK Menteri diperoleh”, ujar Dicky dari WARSI, di suatu kesempatan lokakarya di Palu belum lama ini.

Scooter sewaan disukai anak-anak


Palu-Sejumlah pemilik scooter yang kerap hadir di anjungan Pantai Talise meraup untung dari jasa menyewakan scooter kepada sejumlah anak-anak yang datang bermain di tempat tersebut.
Salah seorang pemilik penyewaan scooter mengatakan setiap hari minggu dan malam minggu paling banyak anak-anak yang menyewa scooter mereka.Anak-anak juga gemar dan terhibur dengan adanya sooter sewaan terlebih harga sewa juga murah.

“Kami menyewakan permenit bahkan setengah jam dengan harga bervariasi mulai Rp5000 per-15 menit dan Rp10.000 per-30 menit,”ungkapnya

Pedagang Bubur Ayam Laris Manis di Hari Minggu


Palu-Dulunya orang pada pagi hari gemar sarapan pagi dengan nasi kuning, namun seiring waktu terus berjalan, pilihan untuk sarapan pagi pun mulai berkembang sekalipun sebenarnya tidak asing lagi. Bubur ayam kini jadi pilihan favorit warga Kota Palu, ini dibuktikan semakin maraknya pedagang bubur ayam yang tersebar dibeberapa tempat yang ramai dikunjungi warga kota Palu baik disaat liburan maupun dihari-hari kerja.

Di Lapangan Vatulemo, Anjungan Pantai Talise dan beberapa tempat yang strategis lainnya, pedagang bubur hadir saban pagi dan banyak pelanggannya untuk menikmati bubur ayam sebelum pergi kerja atau menikmati pagi hari di saat libur sambil makan bubur ayam.

Pedagang bubur ayam tak hanya pakai gerobak, pedagang pun kini menjual bubur ayam dengan mobil sehingga mudah berkeliling ke lokasi-lokasi yang banyak dikunjungi orang ditambah lagi harganya sangat terjangkau. Ingin menikmati sarapan pagi dengan bubur ayam, silahkan mengunjungi tempat-tempat tadi.

Dua Pejabat Tomohon Dilirik Jabat Sekkab Minahasa


TOMOHON, Meski pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Minahasa nanti Maret 2013, namun siapa yang akan menduduki jabatan top birokrat yakni Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Minahasa mulai dilirik.

Dua pejabat Tomohon yakni Kepala Bappeda Tomohon Ir Djoike Karouw MSi dan Ronni Lumowa SSos SE MSi masuk nominasi.Ada alasan sehingga keduanya dilirik untuk menduduki jabatan Sekkab Minahasa. Bupati terpilih yakni Drs Jantje Wowiling Sajouw MSi berasal dari Dapil I meliputi kecamatan-kecamatan dari sub etnis Tombulu, sementara Wakil Bupati Ivan Sarundajang berasal dari Dapil IV meliputi wilayah-wilayah sub etnis Tountemboan.

Untuk itu, masyarakat menginginkan terjadi pemerataan. Mereka menginginkan agar Sekkab berasal dari Dapil II yang terdiri dari sub etnis Toulour.

”Ini agar terjadi pemerataan. Sebaiknya Sekkab berasal dari Tondano dan sekitarnya. Nah, Karouw dan Lumowa yang saat ini berkarir di Tomohon boleh ditarik ke Minahasa untuk memenuhi keterwakilan. Dan, keduanya sudah memenuhi syarat,” ungkap Junaedy Pra dan Steven J Maramis, warga Tondano.

Baik Karouw maupun Lumowa sudah terbukti di Kota Tomohon. Keduanya menjadi tulang punggung kemajuan Kota Tomohon.

Laut Sulawesi Utara Checkpoint Illegal Fishing


Bitung – Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurrahman mengatakan wilayah laut Sulut merupakan salah chechpoint terjadinnya illegalfishing. Mengingat wilayah Sulut merupakan jalur yang dilewati sejumlah negara asing ketika akan menuju laut Arafuru mencari ikan.

“Nelayan asal Filipina, Vietnam dan Thailand ketika akan mencari ikan di laut Arafuru selalu melewati daerah Sulut. Dan mereka sengaja melewati wilayah Sulut karena tahu persih kekayaan laut yang kita miliki,” kata Abdurrahman ketika berada di Kota Bitung beberapa waktu lalu.

Pihak Abdurrahman sendiri berupaya meminimalkan aski illegal fishing dengan memaksimalkan pengawasan dan armada yang mereka miliki

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) lewat Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Bitung. “Kami mencoba memaksimalkan anggaran yang diberikan pemerintah untuk mengoperasikan kapal-kapal pengawasan, seperti 13 unit kapal pengawas di Pangkalan PSDKP Kota Bitung,” katanya.

Ke-13 unit kapal pengawas tersebut, menurutnya merupakan ujung tombak untuk memberantas praktek illegal fishing. Jumlah armada dianggap jauh dari cukup jika melihat wilayah kerja dan itu sudah pernah dihitung.

“Dalam pengoperasian armada yang kita miliki sangat selektif karena dukungan BBM yang terbatas, untuk itu bantuan informasi sangat penting dari masyarakat,” katanya.

Wacana Musdalub PDIP Minahasa Meluas


Tondano-Semakin banyak kader Banteng menyuarakan wacana musyawarah luar biasa (Musdalub) di internal DPC PDIP Minahasa.
“Musdalub bukan berarti aksi untuk menggembosi ketua sekarang, tapi ini untuk kemajuan partai, kita perlu menatap ke depan,” kata Ferny Tompunu, salah satu pimpinan ranting di Kecamatan Lembean Timur, Jumat (25/1).
Johny Kandouw sependapat. Kader PDIP asal Remboken yang bermukim di Manado itu menyatakan isu Musdalub di lingkaran Banteng Minahasa yang akhir-akhir ini semakin berhembus kencang menandakan, akar rumput partai menginginkan perubahan.

“PDIP baru saja menang di Minahasa, sudah selayaknya ada penguatan-penguatan secara internal partai karena yang duduk di jabatan kepala daerah, kendati menggunakan kendaraan partai ini, namun sebenarnya bukan kader partai,” ungkap pekerja swasta tersebut.

Ferny mengusulkan 3 nama di bursa ketua, masing-masing Wabup Minahasa terpilih Ivan Sarundajang, Sekretaris DPC PDIP Minahasa Dharma Palar atau pengurus PDIP Manado James Karinda.

“Bila memungkin ketiganya bisa kita munculkan sebagai calon ketua, soalnya masih muda, layak dan bisa menciptakan perubahan,” tandas pimpinan komisi pemuda pada salah satu jemaat di Wilayah Kakas itu.