Senin, 20 Mei 2013

Hanya 6 Perda Dihasilkan Dewan

Disayangkan. Kata itu barangkali yang patut diucapkan menanggapi kinerja anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar dalam menjalankan fungsi legislasinya yakni pembuatan produk hukum berupa Peraturan Daerah.
Hingga pertengahan tahun ini, baru enam rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang berhasil ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
Keenam perda tersebut adalah Perda Kawasan Pergudangan Terpadu dengan masa berlaku 2008-2028, Perda Perlindungan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modal Kota Makassar, dan Perda Pengelolaan Sampah pada 2011, Perda Pengelolaan Rumah Kos dan Perda Baca Tulis Alquran. Bahkan rata-rata perda tersebut tidak berjalan baik.
Masih terdapat beberapa ranperda yang belum juga disahkan termasuk Ranperda Ruang Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Raperda RTRW saat ini tengah berada dalam pembahasan dan kecil kemungkinan bisa diselesaikan pada tahun ini.Padahal setiap pembahasan ranperda menghabiskan anggaran minimal Rp500 juta untuk biaya honor Dewan dan dana studi banding ke sejumlah kota di Indonesia.
Terkait buruknya kinerja lembaga dewan dalam pembuatan produk hukum, Ketua DPRD Kota Makassar, Farouk M. Betta enggan mengomentarinya termasuk membeberkan anggaran yang telah dihabiskan dewan membahas setiap produk hukum.
Menyikapi hal itu, Koordinator Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Makassar, Anwar Razak, Jumat (17/5) menyatakan, DPRD hanya terkesan memburu target penyelesaian pembahasan raperda. Setelah itu, tidak ada pengawasan terkait penerapan perda di lapangan.
Akibatnya, sejumlah raperda yang disahkan belum memenuhi harapan dari masyarakat. Bahkan banyak perda yang tidak maksimal ditegakkan karena tidak diterapkan dengan maksimal di masyarakat.
"Ini yang seharusnya menjadi bahan evaluasi Dewan sebelum menghasilkan produk baru. Apakah hanya mengejar kuantitas atau memang ingin menghasilkan produk hukum yang diberlakukan secara maksimal,”ujarnya.
Kata dia, produk legislasi yang dihasilkan sejatinya untuk menjadi payung hukum dalam mengatasi persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Karena itu, Pemerintah Kota selaku pelaksana perda harus menjalankan aturan yang ditetapkan dengan maksimal. Sementara, Dewan harus menjalankan perannya untuk mengawasi penerapan produk perda yang dihasilkan. “Pemkot dan DPRD harus sinergis di lapangan agar perdaperda yang dihasilkan dalam beberapa tahun terakhir, tidak mubazir,” tandasnya.
Anwar menyebut, program legislasi daerah (Prolegda) yang dilaksanakan kedepannya berpeluang tidak optimal jika eksekutif dan legislatif tidak melakukan pengawasan yang ketat terhadap SKPD yang diberi tufoksi untuk mengefektifkan perda. “Perda-perda itu akan mubazir jika tidak di efektifkan. Jadi untuk apa Perda dibuat jika tidak dijalankan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” jelasnya kemarin.
Tidak hanya produk perda yang mubazir, sejumlah Peraturan Wali Kota (Perwali) Makassar yang diterbitkan pemkot juga tidak maksimal bahkan tumpul. Tiga diantaranya adalah Perwali Larangan Parkir di Bahu Jalan, Perwali Larangan Gudang dalam Kota dan Perwali Larangan Parkir di Jalan AP Pettarani. Hingga saat ini, perwali tersebut tidak kunjung diberlakukan. Buktinya, ratusan kendaraan setiap hari menggunakan badan jalan untuk parkir.
Sementara, di ruas jalan tertentu seperti Jalan Rappocini dan Veteran, aktivitas gudang dalam kota masih terlihat.
Ditempat terpisah, anggota DPRD kota Makassar, Rauf Rahman yang sebelumnya menjabat Ketua Pansus Perda Rumah Kos membantah jika produk hukum yang dihasilkan tidak berjalan. Menurutnya, Perda Rumah Kos sudah efektif dijalankan sejak September 2012 lalu. Salah satunya adalah dengan penataan dan penyetoran retribusi ke Pemkot.
”Ini terkait bentuk dan karakter kota Makassar ke depan. Jangan sampai pembangunan terus maju tapi kota tidak tertata,” katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar